Langsung ke konten utama

Postingan

Ode Pueee...

Odeee Pueeee (Oh Tuhan, dengan nada dipanjang-panjangkan😁😁)... Spontan galau waktu baca penugasan di WAG "Nulis dan Ngeblok itu Asyik'. Betapa tidak, saya kebagian mengoreksi tulisan Bu Indarwati. Beliau sudah menerbitkan buku melalui jalur Indie Publishing . Apalah saya yang nulis status Facebook pun jarang😅. Tapi eh tapiiii, tugas harus dijalankan. So, let's get into it. Tulisan yang harus saya koreksi berjudul "Review Buku; Tas Handmade 2 dari Tote ke Backpack". Penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga dalam penyampaiannya. Tata letaknya menarik, saya merasa seperti sedang membaca halaman majalah. Hal ini dimungkinkan karena Penulis sudah terbiasa mendesain layout . Kata-kata serapan atau berasal dari bahasa asing yang belum tertulis miring akan diwarnai merah dalam koreksinya. Perbaikan lain saya sertakan di paragraf yang menjorok ke kanan, dalam tulisan berwarna biru. Koreksi tersebut dimaksudkan untuk paragraf diatasnya. Tulisan asli dapat d
Postingan terbaru

Baca Buku Sambil Main Game

Sejak masih single, saya udah bertekad akan menyediakan banyak buku untuk anak Saya kelak. Padahal saat itu saya bulat hati untuk tidak punya anak bahkan setelah menikah😅😅 Tapi kalo sampe punya anak, harus dikasi banyak buku. Pengalaman masa kecil saya ya g susah dapat bahan bacaan bikin niat ini ga bisa ditawar-tawar. Suatu hari sepulang sekolah minggu, kami mampir di perpustakaan gereja. Menyusuri deretan rak, pandangan saya menangkap sebuah buku dengan ilustrasi menarik.  Sebuah buku hardcover dengan gambar jerapah yang menarik disampulnya.  Buku ini berbahasa Inggris, jadi saya pikir ini akan bagus untuk melatih anak saya. Ilustrasi didalamnya sangat menarik. Didominasi warna-warna bersemangat seperti kuning dan hijau yang bersanding harmonis dengan earth tone colors. Proporsi gambar dan tulisannya sangat baik menurut saya. Penempatan ilustrasi dan teks sangat memanjakan mata.  Agar lebih hidup, kita bisa menggunakan suara yang berbeda saat membaca dialog hewan sesuai karakternya

Ngintipin Tetangga Online

In a glimpse, I look like a bubbly person. Truth is , saya sebenarnya introvert . Tapi,saya suka ada di keramaian walaupun ga berpartisipasi di dalamnya. Mirip kaya Rika Melissa di blognya "Seerika", katanya " Introvert yang dapet energi dari kontak dengan orang lain"😁 Suami saya orangnya rumahan. Dia pusing kalo harus engage with lots of people . Dia juga ga suka berkendara atau pergi jauh-jauh. So this pandemic benefits him , selain soal gaji yang kena efisiensi,hihihi... Saya tidak bisa se- happy itu soal segala sesuatu berkutat di rumah. Saya perlu kena matahari, rindu interaksi dengan orang, kangen w indow shopping juga🥺🥺 Untungnya saya ketemu kelas online yang mengajarkan cara menulis dan bikin blog. Kelas ini dimentori Ci Maria dan Kak Irai. Anggotanya kebanyakan orang-orang yang sebelumnya juga bergabung di grup donasi masker kain di awal pandemi. Berkat grup ini, saya jadi punya tempat "nongkrong" baru. Di sini, saya jadi belajar banyak. Grup

Make it Pozeeble

Untuk waktu yang cukup lama, saya berhenti berdoa. Saya tidak lagi merasakan kekuatan doa. Beberapa tahun sebelumnya, sebagian besar doa saya hanya berisi tangis. Di akhir tangis, sedikit demi sedikit fondasi keyakinan saya terhadap doa pun terkikis. Sampai akhirnya saya kembali menemukan "Si Rahasia". "Si Rahasia" ini ramai diperbincangkan di awal masa kuliah saya. Saya sampai meminjam bukunya dari teman. Saat itu harga bukunya seperlima jatah uang bulanan saya🤭🤭. Pikir saya konsepnya tidak rumit. Namun ternyata sulit untuk saya praktekkan. Dari luar, saya adalah pribadi yang tenang. Di dalamnya, pikiran saya berkecamuk. Si isi buku tak kunjung mengejawantah. Akhirnya, saya menyerah. Selama ini saya berusaha menyelaraskan banyak hal. Berusaha menyenangkan semua pihak. Berusaha menyelamatkan sebanyak mungkin. I was on the edge, sedikit lagi jatuh. Sampai si anak kecil yang tadinya saya anggap beban, menarik saya menuju pencerahan. Saya mulai bisa berpikir jernih.

Bermain di Era Covid-19

Sejak bulan Maret tahun ini, praktis keluarga kami lebih banyak berkegiatan di dalam rumah; bermain pun tidak terkecuali. Dua minggu setelah keluar surat edaran untuk bersekolah dari rumah, anak sama sekali tidak saya ijinkan keluar, pun sekarang, tidak setiap hari si anak saya bolehkan main di luar. Sebenarnya saya kasihan melihat anak banyak di dalam rumah. Naturnya anak kan bermain, dan saya anak '90an yang kenyang beraktivitas di luar ruangan. Saya pengen anak juga dapat pengalaman seperti itu. Masalahnya, anak-anak tetangga jarang sekali dibekali masker saat bermain. Dalam hampir setiap kesempatan, anak saya seringnya adalah satu-satunya yang memakai masker. Padahal saya sudah bagi-bagi masker anak ke tetangga supaya dipakai waktu main. Saya akui, memakai masker sambil berkegiatan terasa kurang nyaman, apalagi untuk anak-anak yang aktif berlari sana-sini. Kebanyakan tetangga saya menerima begitu saja saat anaknya bilang engap atau gerah saat dipakaikan masker dan akhirnya dil